Senin, 19 Oktober 2015

Contoh Makalah Pemahaman Akhlak Tasawuf



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Akhlak merupakan perbuatan yang sudah tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga menjadi kepribadiannya. Karena sifatnya yang mendarah daging, maka semua perbuatannya dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Dengan demikian baik atau buruknya akhlak seseorang dilihat dari perbuatannya.
Manusia di era modern ini dihadapkan dengan permasalahan moral atau akhlak yang cukup serius. Kita lihat orang-orang di lingkungan sekitar kita menunjukkan penurunan moral.Mulai dari sikap manusia yang individualis, timbul banyak tindakan kekerasan dan kekejian yang dilakukan, dan lain sebagainya.
Tasawuf sebagai perwujudan dari ihsan diharapkan menjadi landasan atau pokok dalam melakukan perbuatan. Tentu tasawuf ini dilakukan berdampingan dengan akhlak. Dengan adanya akhlak tasawuf maka manusia diharapkan untuk dapat mengontrol perbuatan-perbuatan yang mereka lakukan sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak kita harapkan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian akhlak ?
2.      Bagaimana pengertian tasawuf ?
3.      Bagaimana pemahaman akhlak tasawuf dari segi esensi ?
4.      Bagaimana pemahaman akhlak tasawuf dari segi substansi ?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui dan memahami pengertian akhlak
2.      Mengetahui dan memahami pengertian tasawuf
3.      Mengetahui dan memahami akhlak tasawuf dari segi esensi
4.      Mengetahui dan memahami akhlak tasawuf dari segi substansi


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Akhlak
Dari segi bahasa (etimologis) akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama). Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa akhlak dari segi bahasa merupakan jamak dari khilqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana telah disebutkan di atas.[1]
Dari segi terminologi (istilah) menurut Muhammad bin Ali asy-Syariif al-Jurjani mendefinisikan akhlak dalam bukunya, at-Ta’rifat sebagai berikut.
“Akhlak adalah istilah bagi suatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berpikir dan merenung. Jika dari sifat tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syariat, dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang baik. Sedangkan jika darinya terlahir perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk.”
Menurut Ahmad bin Mushthafa (Thasy Kubra Zaadah) mendefinisikan akhlak  sebagai berikut.
“Akhlak adalah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu : kekuatan berpikir, kekuatan marah, dan kekuatan syahwat.”
Menurut Muhammad bin Ali al-Faaruqi at-Tahanawi berpendapat bahwa akhlak adalah keseluruhannya kebiasaaan, sifat alami, agama, dan harga diri.
Menurut definisi para ulama, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa diawali berpikir panjang, merenung, dan memaksakan diri. Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak merupakan perbuatan yang dihasilkan dari kebiasaan-kebiasaan yang tertanam kuat dalam diri seseorang sehingga ketika melakukan perbuatan tanpa paksaan dan berpikir panjang dan dilakukan dengan mudah.
B.     PengertianTasawuf
Secara etimologis atau bahasa Tasawuf berasal dari bahasa Arab Tashawwafa, yatashawwafu, tashawwufan. Ulama berbeda pendapat dari mana asal-usulnya. Ada yang mengatakan dari kata Shuf (bulu domba/kain wol), Shaf (barisan), Shafa (jernih), sufi (suci), shopos (bahasa Yunani : hikmat), ahl al-suffah (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah), dan dari kata Shuffah (emper Masjid Nabawi yang ditempati oleh sebagian sahabat Nabi saw.). Pemikiran masing-masing pihak itu dilatarbelakangi obsesinya dan fenomena yang ada pada diri para sufi.[2] Keseluruhan kata ini bisa-bisa saja dihubungkan dengan tasawuf. Kata ahl al-Shuffah misalnya menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa raganya, harta benda, dan lain sebagainya hanya untuk Allah. Mereka ini rela meninggalkan kampung halamannya, rumah, kekayaan, dan harta benda lainnya di Mekkah untuk berhijrah bersama Nabi ke Madinah. Tanpa ada unsur iman dan kecintaan pada Allah, tak mungkin mereka melakukan hal yang demikian. Selanjutnya kata shaf juga menggambarkan orang yang selalu berada di barisan depan dalam beribadah kepada Allah dan melakukan amal kebajikan. Demikian pula kata sufi (suci) menggambarkan orang yang selalu memelihara dirinya dari berbuat dosa dan maksiat, dan kata shuf (kain wol) menggambarkan orang yang hidup sederhana dan tidak mementingkan dunia. Dan kata shopos (bahasa Yunani) menggambarkan keadaan jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.
            Dari segi bahasa ini dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak mulia.[3]
Secara terminologis atau istilah juga banyak dijumpai definisi yang berbeda-beda yang oleh Ibrahim Basyuni diklasifikasikan menjadi tiga, yakni al-Bidayah, al-Mujahadah, dan al-Madzaqat. Dari sekian definisi yang ada dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah moralitas islam yang pembinaannya melalui proses tertentu (mujahadah dan riyadlah).[4]
C.     Akhlak Tasawuf dari Segi Esensi
Manusia yang beriman memiliki tiga landasan pokok yaitu iman, islam, dan ihsan. Iman merupakan keyakinan dalam hati yang diucapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan perilaku. Islam merupakan agama yang berasal dari kata aslama, yuslimu, islaaman yang berarti damai atau selamat. Sehingga orang yang beragama islam senantiasa menunjukkan perilaku yang tenang, damai dan tidak melakukan kekerasan. Jika sekelompok manusia mengaku beragama islam tetapi ia melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan agama islam dapat dikatakan mereka belum beriman. Dan ihsan merupakan perwujudan iman yang ketiga yang berarti kebaikan. Ihsan ialah menurut hadits yang artinya : “Sembahlah Allah seakan-akan engkau melihatnya dan bila tidak melihatnya (memang engkau tidak bisa melihatnya) maka sadarilah bahwa Dia sungguh melihatmu.” (H.R. Bukhori Muslim)
Ihsan dapat dimaknai sebagai suatu kondisi beribadah kepada Allah yang seolah-olah kita melihat Allah meskipun sebenarnya kita tidak dapat melihat Allah. Paling tidak kita merasakan bahwa ketika kita beribadah, Allah pasti melihat kita.
Akhlak sebagai perilaku yang merupakan cerminan kepribadian seseorang terbentuk sejak kecil. Sejatinya akhlak merupakan buah dari kebiasaan-kebiasaan baik ataupun buruk seseorang yang tertanam sejak kecil kemudian melekat sehingga terbentuk suatu kepribadian yang mencerminkan seseorang tersebut. Esensi dari akhlak sendiri adalah perbuatan yang dilakukan seseorang dengan mudah, tanpa paksaan, dan tanpa berpikir panjang berupa perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan seseorang tersebut telah mendarah daging dalam dirinya.
Esensi dari tasawuf adalah sikap mental menyucikan atau memelihara diri dari perbuatan maksiat, beribadah, rela berkorban, hidup sederhana, dan rela berkorban untuk kebaikan. Sehingga tasawuf sebagai perwujudan dari ihsan seharusnya menjadi landasan dalam melakukan perbuatan.
Dari penjelasan di atas diperoleh esensi dari akhlak tasawuf yaitu tasawuf sebagai landasan dalam melakukan perbuatan-perbuatan yang nantinya akan menjadi cerminan kepribadian atau karakter seseorang yang disebut dengan akhlak seharusnya dapat menjadi kontrol seseorang sebelum bertindak. Sehingga pada hakikatnya akhlak tasawuf berfungsi sebagai pengendali seseorang ketika akan bertindak dan memikirkan dahulu apakah perbuatan yang akan dilakukan itu sesuai dengan ajaran islam atau tidak. Dengan begitu, jika seseorang telah memahami esensi akhlak tasawuf maka yang muncul dari perilaku-perilaku orang tersebut adalah perilaku yang baik. Kemudian jika sekelompok orang telah berperilaku baik maka terciptalah kehidupan yang damai, tenteram, tidak ada kekerasan dan kekejian dalam lingkungan tersebut. Inilah yang kemudian disebut sebagai masyarakat madani.
D.    Akhlak Tasawuf dari Segi Substansi
Akhlak sebagai cermin dari karakter seseorang dibagi menjadi dua macam, yaitu akhlak mahmudah dan akhlak mazmumah. Akhlak mahmudah berupa perbuatan-perbuatan yang terpuji, dan akhlak mazmumah berupa perbuatan-perbuatan buruk. Tasawuf sebagai perwujudan dari ihsan sangat berkaitan dengan akhlak. Ihsan yang berarti perbuatan baik juga merupakan perwujudan dari akhlak terpuji. Sehingga substansi dari akhlak tasawuf adalah lahirnya perbuatan-perbuatan baik yang menujukkan akhlak yang mulia. Dan menunjukkan perilaku-perilaku tasawuf yang hidup dalam kesederhanaan dan menjauhkan diri dari segala perbuatan maksiat. 



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak tasawuf adalah perilaku yang terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan yang melekat pada seseorang sehingga ketika ia melakukan perbuatan dengan mudah, tanpa ada paksaan dan pikir panjang termasuk perilaku memelihara diri dari perbuatan maksiat, rela berkorban untuk kebaikan, dan hidup dalam kesederhanaan. Esensi dari akhlak tasawuf yaitu pada hakikatnya akhlak tasawuf menjadi pengendali seseorang dalam melakukan perbuatan sehingga menjadi pertimbangan ketika akan melakukan sebuah perbuatan. Dengan begitu maka akan terbentuk perbuatan-perbuatan baik sebagai bentuk pemeliharaan diri dari segala maksiat sehingga melahirkan sebuah lingkungan yang damai, dan terbentuk masyarakat madani.
B.     Saran
Dari pemaparan di atas diharapkan kita benar-benar memahami akhlak tasawuf dari esensi maupun substansi. Tidak hanya kita sebagai mahasiswa namun diharapkan dari berbagai lapisan masyarakat mampu memahami esensi dan substansi akhlak tasawuf sehingga lahirlah lingkungan yang nyaman dan damai.







DAFTAR PUSTAKA
Nata, H. Abuddin. 2011. Akhlak Tasawuf. Jakarta : Rajawali Pers
Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta : Gema Insani
Syukur, M. Amin. 2004. Tasawuf Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar


[1]Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Rajawali Press, 2011) hlm. 1-2
[2]Prof. Dr. H.M. Amin Syukur, M.A., Tasawuf Sosial (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004) hlm. 3-4
[3] Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Rajawali Press, 2011) hlm. 179
[4] Prof. Dr. H.M. Amin Syukur, M.A., Tasawuf Sosial (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004) hlm. 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kenapa???

kenapa?? selalu orang lain melihat dari apa yang nampak saat ini, ia tak pernah melihat bagaimana proses yang telah dilakukan sebelumnya. ...