BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Akhlak merupakan perbuatan
yang sudah tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga menjadi kepribadiannya. Karena sifatnya yang mendarah daging, maka semua perbuatannya
dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Dengan demikian baik atau buruknya akhlak
seseorang dilihat dari perbuatannya.
Manusia di era modern ini dihadapkan dengan permasalahan moral atau akhlak
yang cukup serius. Kita lihat orang-orang di lingkungan sekitar kita menunjukkan
penurunan moral.Mulai dari sikap manusia yang individualis, timbul banyak
tindakan kekerasan dan kekejian yang dilakukan, dan lain sebagainya.
Tasawuf sebagai perwujudan dari ihsan diharapkan menjadi landasan atau
pokok dalam melakukan perbuatan. Tentu tasawuf ini dilakukan berdampingan
dengan akhlak. Dengan adanya akhlak tasawuf maka manusia diharapkan untuk dapat
mengontrol perbuatan-perbuatan yang mereka lakukan sehingga tidak terjadi
hal-hal yang tidak kita harapkan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian akhlak
?
2.
Bagaimana pengertian tasawuf
?
3.
Bagaimana pemahaman akhlak tasawuf dari segi esensi
?
4.
Bagaimana pemahaman akhlak tasawuf dari segi substansi
?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui dan memahami pengertian akhlak
2.
Mengetahui dan memahami pengertian tasawuf
3. Mengetahui dan memahami akhlak tasawuf dari
segi esensi
4. Mengetahui dan memahami akhlak tasawuf dari
segi substansi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Akhlak
Dari segi bahasa (etimologis) akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim
mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan yang
berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabi’at,
watak dasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah
(peradaban yang baik), dan al-din (agama). Namun ada pendapat yang
mengatakan bahwa akhlak dari segi bahasa merupakan jamak dari khilqun
atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana telah
disebutkan di atas.[1]
Dari segi terminologi (istilah) menurut Muhammad bin Ali asy-Syariif
al-Jurjani mendefinisikan akhlak dalam bukunya, at-Ta’rifat sebagai berikut.
“Akhlak adalah istilah bagi suatu sifat yang
tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan
mudah dan ringan, tanpa perlu berpikir dan merenung. Jika dari sifat tersebut
terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syariat, dengan mudah,
maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang baik. Sedangkan jika darinya
terlahir perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang
buruk.”
Menurut Ahmad bin Mushthafa (Thasy Kubra Zaadah) mendefinisikan akhlak sebagai berikut.
“Akhlak adalah ilmu yang darinya dapat
diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya
keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu : kekuatan berpikir, kekuatan marah,
dan kekuatan syahwat.”
Menurut Muhammad bin Ali al-Faaruqi at-Tahanawi berpendapat bahwa akhlak
adalah keseluruhannya kebiasaaan, sifat alami, agama, dan harga diri.
Menurut definisi para ulama, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam
diri dengan kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa
diawali berpikir panjang, merenung, dan memaksakan diri. Dari definisi-definisi
di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak merupakan perbuatan yang dihasilkan dari
kebiasaan-kebiasaan yang tertanam kuat dalam diri seseorang sehingga ketika
melakukan perbuatan tanpa paksaan dan berpikir panjang dan dilakukan dengan
mudah.
B.
PengertianTasawuf
Secara etimologis atau bahasa Tasawuf berasal dari bahasa Arab Tashawwafa,
yatashawwafu, tashawwufan. Ulama berbeda pendapat dari mana asal-usulnya.
Ada yang mengatakan dari kata Shuf (bulu domba/kain wol), Shaf
(barisan), Shafa (jernih), sufi
(suci), shopos (bahasa Yunani :
hikmat), ahl al-suffah (orang yang
ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah), dan dari kata Shuffah
(emper Masjid Nabawi yang ditempati oleh sebagian sahabat Nabi saw.). Pemikiran
masing-masing pihak itu dilatarbelakangi obsesinya dan fenomena yang ada pada
diri para sufi.[2]
Keseluruhan kata ini bisa-bisa saja dihubungkan dengan tasawuf. Kata ahl al-Shuffah misalnya menggambarkan keadaan orang yang rela
mencurahkan jiwa raganya, harta benda, dan lain sebagainya hanya untuk Allah.
Mereka ini rela meninggalkan kampung halamannya, rumah, kekayaan, dan harta
benda lainnya di Mekkah untuk berhijrah bersama Nabi ke Madinah. Tanpa ada unsur iman dan kecintaan pada Allah, tak mungkin mereka
melakukan hal yang demikian. Selanjutnya kata shaf juga menggambarkan orang yang selalu berada di barisan depan
dalam beribadah kepada Allah dan melakukan amal kebajikan. Demikian pula kata sufi (suci) menggambarkan orang yang
selalu memelihara dirinya dari berbuat dosa dan maksiat, dan kata shuf (kain wol) menggambarkan orang yang
hidup sederhana dan tidak mementingkan dunia. Dan kata shopos (bahasa Yunani) menggambarkan keadaan jiwa yang senantiasa
cenderung kepada kebenaran.
Dari
segi bahasa ini dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu
memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk
kebaikan, dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada
hakikatnya adalah akhlak mulia.[3]
Secara terminologis atau istilah juga banyak dijumpai definisi yang
berbeda-beda yang oleh Ibrahim Basyuni diklasifikasikan menjadi tiga, yakni al-Bidayah, al-Mujahadah, dan al-Madzaqat.
Dari sekian definisi yang ada dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah moralitas
islam yang pembinaannya melalui proses tertentu (mujahadah dan riyadlah).[4]
C.
Akhlak Tasawuf dari Segi Esensi
Manusia yang beriman memiliki tiga landasan pokok yaitu iman, islam, dan
ihsan. Iman merupakan keyakinan dalam hati yang diucapkan dengan lisan dan
dibuktikan dengan perilaku. Islam merupakan agama yang berasal dari kata aslama, yuslimu, islaaman yang berarti
damai atau selamat. Sehingga orang yang beragama islam senantiasa menunjukkan perilaku yang
tenang, damai dan tidak melakukan kekerasan. Jika sekelompok manusia mengaku
beragama islam tetapi ia melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan
agama islam dapat dikatakan mereka belum beriman. Dan ihsan merupakan
perwujudan iman yang ketiga yang berarti kebaikan. Ihsan ialah menurut hadits
yang artinya : “Sembahlah Allah
seakan-akan engkau melihatnya dan bila tidak melihatnya (memang engkau tidak bisa
melihatnya) maka sadarilah bahwa Dia sungguh melihatmu.” (H.R. Bukhori Muslim)
Ihsan dapat dimaknai sebagai suatu kondisi beribadah kepada Allah yang
seolah-olah kita melihat Allah meskipun sebenarnya kita tidak dapat melihat
Allah. Paling tidak kita merasakan bahwa ketika kita beribadah, Allah pasti melihat kita.
Akhlak sebagai perilaku yang
merupakan cerminan kepribadian seseorang terbentuk sejak kecil. Sejatinya
akhlak merupakan buah dari kebiasaan-kebiasaan baik ataupun buruk seseorang yang tertanam sejak kecil kemudian melekat
sehingga terbentuk suatu kepribadian yang mencerminkan seseorang tersebut.
Esensi dari akhlak sendiri adalah perbuatan yang dilakukan seseorang dengan
mudah, tanpa paksaan, dan tanpa berpikir panjang berupa perbuatan baik maupun
perbuatan buruk. Sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan seseorang tersebut
telah mendarah daging dalam dirinya.
Esensi dari tasawuf adalah sikap mental menyucikan atau memelihara diri
dari perbuatan maksiat, beribadah, rela berkorban, hidup sederhana, dan rela
berkorban untuk kebaikan. Sehingga tasawuf sebagai perwujudan dari ihsan
seharusnya menjadi landasan dalam melakukan perbuatan.
Dari penjelasan di atas diperoleh esensi dari akhlak tasawuf yaitu tasawuf
sebagai landasan dalam melakukan perbuatan-perbuatan yang nantinya akan menjadi
cerminan kepribadian atau karakter seseorang yang disebut dengan akhlak
seharusnya dapat menjadi kontrol seseorang sebelum bertindak. Sehingga pada
hakikatnya akhlak tasawuf berfungsi sebagai pengendali seseorang ketika akan
bertindak dan memikirkan dahulu apakah perbuatan yang akan dilakukan itu sesuai
dengan ajaran islam atau tidak. Dengan begitu, jika seseorang telah memahami
esensi akhlak tasawuf maka yang muncul dari perilaku-perilaku orang tersebut
adalah perilaku yang baik. Kemudian jika sekelompok orang telah berperilaku
baik maka terciptalah kehidupan yang damai, tenteram, tidak ada kekerasan dan
kekejian dalam lingkungan tersebut. Inilah yang kemudian disebut sebagai
masyarakat madani.
D. Akhlak Tasawuf dari Segi Substansi
Akhlak sebagai cermin dari karakter seseorang dibagi menjadi dua macam,
yaitu akhlak mahmudah dan akhlak mazmumah. Akhlak mahmudah berupa perbuatan-perbuatan
yang terpuji, dan akhlak mazmumah berupa perbuatan-perbuatan buruk. Tasawuf
sebagai perwujudan dari ihsan sangat berkaitan dengan akhlak. Ihsan yang
berarti perbuatan baik juga merupakan perwujudan dari akhlak terpuji. Sehingga
substansi dari akhlak tasawuf adalah lahirnya perbuatan-perbuatan baik yang
menujukkan akhlak yang mulia. Dan menunjukkan perilaku-perilaku tasawuf yang
hidup dalam kesederhanaan dan menjauhkan diri dari segala perbuatan maksiat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak tasawuf adalah
perilaku yang terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan yang melekat pada seseorang
sehingga ketika ia melakukan perbuatan dengan mudah, tanpa ada paksaan dan pikir
panjang termasuk perilaku memelihara diri dari perbuatan maksiat, rela
berkorban untuk kebaikan, dan hidup dalam kesederhanaan. Esensi dari akhlak
tasawuf yaitu pada hakikatnya akhlak tasawuf menjadi pengendali seseorang dalam
melakukan perbuatan sehingga menjadi pertimbangan ketika akan melakukan sebuah
perbuatan. Dengan begitu maka akan terbentuk perbuatan-perbuatan baik sebagai
bentuk pemeliharaan diri dari segala maksiat sehingga melahirkan sebuah
lingkungan yang damai, dan terbentuk masyarakat madani.
B. Saran
Dari pemaparan di atas diharapkan kita benar-benar memahami akhlak tasawuf
dari esensi maupun substansi. Tidak hanya kita sebagai mahasiswa namun
diharapkan dari berbagai lapisan masyarakat mampu memahami esensi dan substansi
akhlak tasawuf sehingga lahirlah lingkungan yang nyaman dan damai.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, H. Abuddin. 2011. Akhlak Tasawuf. Jakarta : Rajawali Pers
Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia.
Jakarta : Gema Insani
Syukur, M. Amin. 2004. Tasawuf Sosial. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar