Senin, 02 November 2015

contoh makalah evaluasi pilpres 2004



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LatarBelakang
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu sarana perwujudan demokrasi di Indonesia. Pemilu terbagi menjadi dua yaitu pemilihan secara langsung dan pemilihan secara tidak langsung. Pemilihan langsung meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) dan pemilihan kepala daerah (pilkada). Pada tahun 2004, Indonesia pertama kali melaksanakan pemilu yang melibatkan rakyat secara langsung. Sebuah hajat besar yang sangat kompleks karena dalam tahun tersebut terjadi tiga kali pemilihan sekaligus. Berkat kerja keras dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara, pemilu dapat berlangsung dengan baik dan lancar. Tentu meskipun banyak yang pujian atas keberhasilan dari Pemilu 2004 bahkan dari dunia internasional, kita tidak boleh lupa bahwamasih banyak kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki agar tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.
Sebagai sarana demokrasi yang berarti dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat seharusnya pemilu berperan dalam menyalurkan aspirasi dari masyarakat. Pemilu memiliki asas Luberjurdil yaitu langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil.Dari hasil Pemilu 2004, perlu kita evaluasi bagaimana penyelenggaraan pemilu sudah sesuaikah dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sudah sesuaikah dengan asas pemilu, dan apakah sudah sesuai dengan harapan dari rakyat. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan membahas mengenai evaluasi-evaluasi pada Pemilu Presiden 2004.
B.     RumusanMasalah
1.      Bagaimanahubungan pemilu dengan negara demokasi dan negara hukum di Indonesia ?
2.      BagaimanaPemilu 2004 dilihatdarisisi proses dansisihasilnya ?
3.      Bagaimana evaluasi Pemilu 2004 ?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui dan memahamihubungan pemilu dengan negara demokasi dan negara hukum di Indonesia
2.      Mengetahui dan memahamipemilu 2004 dilihat dari sisi proses dan sisihasilnya
3.      Mengetahui dan memahami evaluasi Pemilu 2004


BAB II
ISI
A.    PengertianPemilu
Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila (Demokrasi Pancasila) dalam Negara Republik Indonesia.Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat atau negara demokrasi (demokrasi berarti bahwa kekuasaan tertinggi terletak di tangan rakyat). Hal ini dipertegas lagi oleh Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa, Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Dengan demikian rakyatlah yang berdaulat, yang memegang kekuasaan tertinggi dalam negara untuk menentukan cara bagaimana ia harus diperintah. Pelaksanaan pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat yang dilakukan dengan kedaulatan rakyat.[1] Dalam hal ini di Indonesia dilimpahkan kepada DPR yang menjadi inti dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai wakil rakyat.
B.     Pemilu, Demokrasi, dan Negara Hukum
Pemilu mempunyai hubungan erat dengan prinsip demokrasi dan prinsip hukum sebagai prinsip-prinsip fundamental yang banyak dipergunakan di negara-negara modern.
Pemilu berhubungan erat dengan demokrasi karena sebenarnya pemilu merupakansalah satu cara pelaksanaan demokrasi. Pemilu dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pemilu secara langsung berarti melibatkan rakyat secara langsung. Selama ini tidak ada suatu negara yang melaksanakan demokrasinya secara langsung karena terlalu luas wilayah, banyaknya jumlah penduduk dan lainnya sehingga banyak negara-negara modern yang melaksanakan demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan.[2] Di Indonesia DPR merupakan wakil-wakil rakyat dipilih melalui pemilu yang dinilai sebagai lembaga yang menyalurkan aspirasi dari rakyat.
Pemilu juga memilki kaitan erat dengan prinsip negara hukum sebab melalui pemilu rakyat dapat memilih wakil-wakilnya yang berhak membuat produk hukum dan melakukan pengawasan atau pelaksanaan kehendak-kehendak rakyat yang digariskan oleh wakil-wakil rakyat tersebut. Selain itu, prinsip negara hukumyang terlihat dalam pemilu yaitu adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, persamaan di depan hukum dan pemerintahan, serta pemilu yang bebas.[3]
C.     Sistem Pemilu
Berdasarkan sejarah pelaksanaan pemilu di berbagai negara, terdapat tiga macam sistem pemilu (electoral laws), yaitu sistem mayoritas (majority types), sistem pluralitas (plurality types) yang biasa disebut sistem distrik, dan sistem perwakilan berimbang (proportional representation).
Di dalam sistem mayoritas, parrtai yang memenangkan dalam pemilu adalah partai yang mampu mengalahkan semua partai lawan-lawannya. Sedangkan dalam sistem pluralitas (sistem distrik),pemenang pemilu adalah partai yang memperoleh suara yang relatif lebih besar dari partai-partai lain tanpa harus mengalahkan secara mutlak melalui pemenangan atau kombinasi partai-partai lawan. Di dalam sistem distrik ini wilayah negara dibagi atas sejumlah distrik (sesuai dengan jumlah kursi yang akan diperebutkan di parlemen) dan kursi pada setiapdistrik diambil oleh partai atau calon yang memperoleh suara terbanyak di distrik tersebut. Kelemahan sistem distrik ini adalah terjadinya suara pemilih yang terbuang atau tidak terwakili karena pemilih yang bersangkutan memberikan suaranya kepada partai yang ternyata kalah. Kelemahan lain sistem distrik adalah terjadinya fenomena over dan under representationyakni adanya ketidakseimbangan antara jumlah suara yang diperoleh dan jumlah kursi yang diperoleh partai-partai pada tingkat nasional. Dengan over representation dimaksudkan bahwa partai tertentu dapat memperoleh kursi yang lebih banyak dibandingkan dariapada partai lain yang sebenarnya suaranya lebih banyak sehingga partai tersebut dapat dipandang memperoleh berkah over representation; sebaliknya, partai yang suaranya lebih banyak tapi jumlah kursinya pada tingkat nasional lebih sedikit dapat disebut menderita over representation.[4]
Sistem pemilu di Indonesia, dalam hal ini pemilihan presiden yang dipilih langsung oleh rakyat memiliki sejumlah aspek positif dalam mendorong perubahan politik dan demokrasi.Pertama, pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat memberikan basis legitimasi yang kuat bagi presiden.Kedua, didukung oleh legitimasi yang kuat dari rakyat, presiden tak perlu terikat oleh fraksi-fraksi politik di lembaga legislatif. Konsekuensi dari sistem pemilihan presiden secara langsung, presiden tidak lagi mudah dijatuhkan oleh lembaga legislatif hanya karen pertimbangan atau alasan politis sebagaimana yang pernah dialami oleh Presiden Wahid 2002.Ketiga, pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat memberikan kesempatan kepada setiap warga negara (pemilih) untuk memberikan penilaian calon-calon presiden,dan karenanya mendorong dan sekaligus menuntut kematangan politik rakyat dalam partisipasi menentukan pergantian pemerintahan. Keempat, sistem pemilihan presiden secara langsungoleh rakyat mengurangi distorsi suara rakyat sehingga terhindar dari praktek ‘membeli kucing dalam karung’.Kelima,pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat relatif melemahkan insentif praktek-praktek penggunaan kekuatan politik uang dibanding bila sistem itu diserahkan pada anggota MPR yang jumlahnya terbatas.[5]
Namun, tidak dapat dipungkiri Pemilu 2004 yang diselenggarakan langsung memiliki makna yang berbeda dari pemilu-pemilu sebelumnya. Pemilu 2004, pemilih dimungkinkan memilih secara langsung calon presiden dan wakil presiden tanpa melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Perubahan makna “langsung” jelas menegaskan kepentingan atas perlunya memperoleh wakil rakyat dan wakil daerah, serta presiden dan wakil presiden dengan dukungan yang kuat dari rakyat. Dengan kata lain, sistem pemilihan presiden secara langsung merupakan upaya mengembalikan kedaulatan pada rakyat. Tetapi, ditengarai perubahan tersebut belum disertai dengan perubahan paradigma: kedaulatan rakyat masih disiasati oleh elit politik demi melanggengkan kekuasaan. Akibatnya, banyak peraturan perundang-undangan yang dihasilkan oleh legislator cenderung berpihak dan privilege kepada elit. Ini tercermin dari berbagai ketentuan, baik dalam konstitusi maupun undang-undang pemilu, serta keterkaitannya satu sama lain.[6]
D.    Penyelenggaraan Pemilu 2004
1.      Pemilu 2004 Dilihat dari Sisi Proses
Pemilu 2004 dapat dikatakan sukses dilihat dari prosesnya, karena telah berlangsung secara demokratis, aman, tertib, dan lancar, serta jujur dan adil, meskipun kita harus mengakui bahwa di sana-sini masih terdapat banyak kekurangan. Kesuksesan ini tidak hanya diakui oleh Bangsa Indonesia, tetapi juga diakui oleh masyarakat internasional. Hal ini terlihat antara lain pernyataan Jimmy Carter, Direktur The Carter Center, sebagai berikut:
Kami mengucapkan selamat kepada rakyat dan pemimpin Indonesia atas pelaksanaan Pemilu 2004. Hingga saat ini delegasi kami memberikan penilaian yang positif atas Pemilu tersebut. Kami sangat senang suasana damai yang terjadi selama Pemilu Legislatif Indonesia pada April hingga berlanjut pada Pemilu Presiden. Pada saat yang sama kami merasa prihatin mengenai besarnya jumlah surat suara yang tidak sah di banyak TPS di berbagai tempat di Indonesia dan perlunya langkah-langkah yang efektif, tepat waktu, dan transparan untuk mengatasi masalah ini.
Selanjutnya, Glyn Ford, Ketua Pemantau dari Uni Eropa mengatakan:
Pemilu di Indonesia dalah yang terkompleks di dunia, di mana ada tiga kali pemilihan. Sebagai negara Islam terbesar di dunia dan negara demokrasi ketiga di dunia, Indonesia mempunyai peran penting bagi masyarakat Uni Eropa dan dunia.”
Dengan adanya pujian-pujian tersebut, kita tidak boleh lupa diri, karena secara jujur harus kita akui, bahwa dalam Pemilu 2004 masih terdapat kekurangan-kekurangan, yang harus kita perbaiki, untuk dapat mewujudkan Pemilu yang lebih berkualitas di masa mendatang. Kekurangan-kekurangan tersebut antara lain:
1)      Kurang akuratnya data pemilih
2)      Keterlambatan dan kekeliruan pendistribusian logistik pemilu
3)      Pencoblosan ganda/tembus ke halaman belakang surat suara
4)      Relatif besarnya jumlah surat suara yang dinyatakan tidak sah
5)      Para saksi yang tidak kredibel
Semua kekurangan tersebut tidak mengurangi integritas dari pemilu itu sendiri, namun ke depan harus diperbaiki agar bisa diwujudkan pemilu yang lebih berkualitas. Kekurangan-kekurangan tersebut tetap saja terjadi, walaupun penyelenggara Pemilu yaitu KPU beserta jajarannya telah berusaha sebaik mungkin, untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini disebabkan antara lain karena kompleksnya Pemilu 2004 tersebut seperti yang telah dikemukakan oleh Glyn Ford. Kompleksitas Pemilu 2004 dapat dilihat dari fakta-fakta berikut:
1)      Pemilu 2004 diselenggarakan tiga kali pemilihan dalam satu tahun denganjumlah penduduk 214.831.403 jiwa, pemilih sebanyak 145.637.600 jiwa, TPS sebanyak 556.059 buah dan diikuti oleh 24 (dua puluh empat) Partai Politik
2)      Jumlah kursi yang diperebutkan dalam Pemilu 2004 adalah:
a.       Kursi anggota DPR sebanyak 550 kursi, dengan Daerah Pemilihan (DP) sebanyak 59 buah
b.      Kursi anggota DPRD Provinsi sebanyak 1.859 kursi, dengan Daerah Pemilihan (DP) sebanyak 210 buah
c.       Kursi anggota DPRD Kabupaten/Kota sebanyak 14.290 kursi, dengan Daerah Pemilihan (DP) sebanyak 1.743 buah
d.      Kursi anggota DPD sebanyak 128 kursi, dengan Daerah Pemilihan (DP) sebanyak 32 buah
3)      Jumlah surat suara yang diperlukan pada Pemilu 2004 adalah sebanyak 671.816.150 lembar
4)      Aparat yang terlihat langsung dalam penyelenggaraan pemilu 2004 adalah sebanyak 5.460.749 orang, yang terdiri dari:
a.       Komisi Pemilihan Umum (KPU),       : 9 orang
b.      Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Provinsi,                                              : 150 orang
c.       Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Kabupaten/Kota,                                 : 2.080 orang
d.      Panitia Pemilihan Kecamatan
(PPK),                                                 : 25.570 orang
e.       Panitia Pemungutan Suara (PPS),       : 213.831 orang
f.       Kelompok Pelaksana Pemungutan
Suara (KPPS),                                     : 5.219.109 orang
5)      Meliputi wilayah Administratif Pemerintahan:
a.       Provinsi,                                              : 30 Provinsi
b.      Kabupaten/Kota,                                 : 416 Kabupaten/Kota
c.       Kecamatan,                                         : 5.114 Kecamatan
d.      Desa/Kelurahan,                                  : 71.277 Desa/Kelurahan
Dalam hal ini belum termasuk pegawai Sekretariat, sebagai pendukung penyelenggara pemilu, faktor-faktor inilah yang antara lain menjadi penyebab timbulnya kekurangan-kekurangan pada Pemilu 2004, namun demikian hal ini tidak dapat dijadikan alasan pemaafan sehingga hal tersebut terulang lagi pada pemilu yang akan datang. Tugas kita bersama adalah memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut agar dapat diwujudkan pemilu yang lebih berkualitas.[7]
2.      Pemilu 2004 Dilihat dari Sisi Hasil
Pemilu 2004 apabila dilihat dari sisi hasilnya, secara jujur kita harus mengakui bahwa hasilnya belum sesuai dengan harapan masyarakat, karena ternyata wakil-wakil rakyat yang duduk sebagai anggota DPR dan DPRD belum mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat yang diwakilinya dan juga belum mampu meningkatkan harkat dan martabat bangsa di mata dunia internasional. Mereka sangat lamban merespon masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat dan dalam pembahasan suatu rancangan undang-undang, sering berlarut-larut karena terlibat dalam perdebatan-perdebatan yang diwarnai oleh kepentingan pribadi dan golongan. Undang-undang yang dihasilkan sering tidak memihak kepada kepentingan rakyat. Disamping itu, DPR dan DPRD dalam bertindak baik sebagai lembaga maupun sebagai anggota, sering lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan daripada kepentingan rakyat. Tidak jarang terjadi, anggota dewan yang terhormat melakukan perbuatan yang tercela, yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat nya sebagai anggota dewan, seperti melakukan perbuatan korupsi, pelecehan seksual, perselingkuhan, penyalahgunaan narkoba, penipuan, dan perbuatan tercela lainnya.
Kesalahan yang menyebabkan kurang berkualitasnya hasil Pemilu 2004 sering ditimpakan kepada KPU sebagai penyelenggara pemilu karena KPU dianggap tidak mampu menyeleksi calon anggota dengan baik sehingga meloloskan calon-calon yang tidak berkualitas. Dalam hal ini, kita harus mampu menilai dengan jernih dan objektif sehingga kesalahan ini ditimpakan sepenuhnya kepada KPU beserta jajarannya sebagai penyelenggara Pemilu. Tugas KPU beserta jajarannya hanya melakukan verifikasi terhadap persyaratan calon-calon yang diajukan oleh Partai Politik peserta Pemilu. KPU melakukan verifikasi terhadap para calon berdasarkan syarat formal (administratif), sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Mengenai kualitas moral, kualitas intelektual, dan keterampilan profesional yang dimiliki oleh seorang calon, tidak bisa diukur oleh KPU berdasarkan syarat-syarat formal, karena syarat-syarat tersebut lebih menekankan pada aspek formal semata, tanpa bisa mengukur aspek substansialnya. Mengenai syarat substansialnya seharusnya parpollah yang lebih tahu, karena parpol telah melakukan pembinaan dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, apabila kita ingin pemilu menghasilkan wakil-wakil rakyat yang berkualitas maka parpol harus menyusun daftar calon berdasarkan kualitas moral, intelektual, dan keterampilan profesional.[8]
E.     Evaluasi Kampanye Pilpres 2004
1.      Wiranto-Salahuddin Wahid
Kampanye yang dilakukan oleh pasangan inibanyak melakukan pelanggaran, juga sering tidak memberikan rasionalisasi terhadap pencalonannya sebagai presiden dan wakil presiden. Kampanye yang dilakukan banyak menonjolkan ketokohan dan simbolisasi dari masyarakat yang cenderung masih kental dengan komunalitasnya. Selain itu, dalam orasinya pasangan ini berjanji akan menciptakan kesejahteraan dan keamanan serta menangkap koruptor besar. Akan tetapi janji tersebut tidak didukung dengan langkah konkret atau proses-proses bagaimana agar yang dijanjikan terwujud. Sehingga apa yang disampaikan merupakan janji yang tidak realistis mengingat kondisi bangsa yang sangat terpuruk.[9]
2.      Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi
Pasangan ini merupakan pasangan yang kurang baik dalam menyampaikan visi dan misinya, yang tampak dalam berbagai kesempatan. Megawati merupakan kandidat calon presiden yang paling sulit dimengerti karena cara berkomunikasinya kaku dan tekstual. Di sisi lain, pasangan ini banyak menonjolkan simbol ketokohannya daripada konsep pemerintahannya ke depan jika terpilih menjadi presiden dan wakil presiden.
3.      Amien Rais-Siswono Yudohusodo
Disamping menonjolkan ketokohannya, pasangan ini telah melakukan manipulasi perilaku politiknya yang jauh berbeda dengan sebelumnya. Amein yang sejak awal dikenal sebagi tokoh yang kritis, namun dalam kampanye Pilpres 2004 banyak merubah perilakunya yang kemudian cenderung mengikuti alur. Ciri khas yang selama ini ditunjukkan hilang, tidak lagi menjadi sosok penggerak dinamika politik di negeri ini.[10]
4.      Susilo Bambang Yudhoyono-Muhammad Jusuf Kalla
Pasangan ini dengan slogannya “bersama kita bisa” lebih defensif dibanding pasangan yang lain, namun pasangan ini juga lebih menonjolkan sosok figur dan citra seorang SBY yang dibuat bersahaja dan berwibawa. Sosok SBY dengan tampilan fisiknya yang modis dijadikan bahan kampanye untuk menarik simpati masyarakat. Tampak bahwa hal ini berorientasi pada kepentingan jangka pendek.
5.      Hamzah Haz-Agum Gumelar
Disamping banyak mengumbar janji-janji seperti pasangan lain, pasangan ini banyak menonjolkan ketokohannya daripadaprogram-programnya. Dalam menonjolkan sikapnya, pasangan ini lebih eksklusif dan cenderung mengedepankan simbol-simbol ke-islam-an yang ditunjukkan oleh Hamzah Haz. Simbol-simbol yang melekat pada diri Hamzah dapat mempengaruhi sikap dan perilaku pemilih serta makin kentalnya masyarakat dengan tingkat komunalitas yang cukup tinggi.[11]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama yang berlangsung dengan demokratis, jujur, dan adil. Meskipun begitu, terdapat banyak kekurangan dalam penyelenggaraan pemilu yang dapat dilihat dari sisi proses dan sisi hasilnya. Terdapat banyak kompleksitas masalah yang menyebabkan terjadinya banyak kekurangan pada pemilu tahu tersebut. Namun kita patut berbangga atas terselenggara Pemilu 2004 karena meski baru pertama kali pemilu yang langsung dipilih oleh rakyat dapat berjalan dengan sukses.
B.     Saran
Dari pembahasan di atas kami mengharapkan bahwa dengan adanya evaluasi-evaluasi Pemilu 2004 maka menjadi pedoman untuk pemilu di masa yang akan datang sehingga tidak  terulang kembali kesalahan-kesalahan. Kekurangan-kekurangan pada Pemilu 2004 menjadi motivasi bagi bangsa ini agar dalam menyelenggarakan pemilu menjadi lebih baik lagi dan lebih berkualitas.


DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. 2009. Mewujudkan Pemilu yang Lebih Berkualitas. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Ismanto, Ign. 2004. PemilihanPresidensecaraLangsung 2004. Jakarta: KPU
Kansil.1986. MemahamiPemilihanUmumdan Referendum. Jakarta: IND-HILL-
CO Jakarta
Koirudin. 2004. Kilas Balik Pemilihan Presiden 2004. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Mahfud, Moh. 1999.  Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi. Yogyakarta: Gama
Media


[1]Kansil, MemahamiPemilihanUmumdan Referendum, (Jakarta: IND-HILL_CO Jakarta, 1986), hlm. 1-2
[2] Dr. Mohh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Yogyakarta: Gama Media, 1999), hlm. 219-220
[3] Ibid., 221-222
[4]Ibid., 223-225
[5]Ign Ismanto, Pemilihan Presiden secara Langsung 2004, (Jakarta: KPU, 2004), hlm. 32-33
[6]Ibid., hlm. 39-40
[7]Prof. H. Rozali Abdullah, S.H., Mewujudkan Pemilu yang Lebih Berkualitas, (Yogyakarta: PT Rajagrafindo persada, 2009), hlm. 4-7
[8] Ibid., hlm. 7-9
[9]Koirudin, Kilas Balik Pemilihan Presiden 2004, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 193-194
[10]Ibid., hlm. 195-198
[11]Ibid., 200-203

1 komentar:

kenapa???

kenapa?? selalu orang lain melihat dari apa yang nampak saat ini, ia tak pernah melihat bagaimana proses yang telah dilakukan sebelumnya. ...