BAB I
PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu
sarana perwujudan demokrasi di Indonesia. Pemilu terbagi menjadi dua yaitu
pemilihan secara langsung dan pemilihan secara tidak langsung. Pemilihan
langsung meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) dan pemilihan
kepala daerah (pilkada). Pada tahun 2004, Indonesia pertama kali melaksanakan
pemilu yang melibatkan rakyat secara langsung. Sebuah hajat besar yang sangat
kompleks karena dalam tahun tersebut terjadi tiga kali pemilihan sekaligus. Berkat
kerja keras dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara, pemilu
dapat berlangsung dengan baik dan lancar. Tentu meskipun banyak yang pujian
atas keberhasilan dari Pemilu 2004 bahkan dari dunia internasional, kita tidak
boleh lupa bahwamasih banyak kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki agar
tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.
Sebagai sarana demokrasi yang berarti dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat seharusnya pemilu berperan dalam
menyalurkan aspirasi dari masyarakat. Pemilu memiliki asas Luberjurdil yaitu
langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil.Dari hasil Pemilu 2004, perlu kita
evaluasi bagaimana penyelenggaraan pemilu sudah sesuaikah dengan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, sudah sesuaikah dengan asas pemilu, dan apakah sudah sesuai
dengan harapan dari rakyat. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis
akan membahas mengenai evaluasi-evaluasi pada Pemilu Presiden 2004.
B.
RumusanMasalah
1.
Bagaimanahubungan pemilu dengan negara demokasi dan negara hukum di
Indonesia ?
2.
BagaimanaPemilu 2004
dilihatdarisisi proses dansisihasilnya ?
3.
Bagaimana evaluasi Pemilu 2004 ?
C.
Tujuan
1. Mengetahui dan memahamihubungan pemilu dengan negara demokasi dan negara hukum di
Indonesia
2. Mengetahui dan memahamipemilu 2004 dilihat dari sisi proses dan sisihasilnya
3. Mengetahui dan memahami evaluasi Pemilu 2004
BAB II
ISI
A.
PengertianPemilu
Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan asas
kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila (Demokrasi Pancasila) dalam Negara
Republik Indonesia.Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara Republik Indonesia
adalah negara yang berkedaulatan rakyat atau negara demokrasi (demokrasi
berarti bahwa kekuasaan tertinggi terletak di tangan rakyat). Hal ini
dipertegas lagi oleh Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa, Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Dengan demikian rakyatlah yang berdaulat, yang
memegang kekuasaan tertinggi dalam negara untuk menentukan cara bagaimana ia
harus diperintah. Pelaksanaan pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat yang
dilakukan dengan kedaulatan rakyat. Dalam hal ini di Indonesia dilimpahkan kepada
DPR yang menjadi inti dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai wakil
rakyat.
B.
Pemilu, Demokrasi, dan Negara Hukum
Pemilu mempunyai hubungan erat dengan prinsip
demokrasi dan prinsip hukum sebagai prinsip-prinsip fundamental yang banyak
dipergunakan di negara-negara modern.
Pemilu berhubungan erat dengan demokrasi
karena sebenarnya pemilu merupakansalah satu cara pelaksanaan demokrasi. Pemilu
dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pemilu secara langsung
berarti melibatkan rakyat secara langsung. Selama ini tidak ada suatu negara
yang melaksanakan demokrasinya secara langsung karena terlalu luas wilayah,
banyaknya jumlah penduduk dan lainnya sehingga banyak negara-negara modern yang
melaksanakan demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan. Di
Indonesia DPR merupakan wakil-wakil rakyat dipilih melalui pemilu yang dinilai sebagai
lembaga yang menyalurkan aspirasi dari rakyat.
Pemilu juga memilki kaitan erat dengan prinsip
negara hukum sebab melalui pemilu rakyat dapat memilih wakil-wakilnya yang
berhak membuat produk hukum dan melakukan pengawasan atau pelaksanaan
kehendak-kehendak rakyat yang digariskan oleh wakil-wakil rakyat tersebut. Selain
itu, prinsip negara hukumyang terlihat dalam pemilu yaitu adanya perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia, persamaan di depan hukum dan pemerintahan,
serta pemilu yang bebas.
C. Sistem Pemilu
Berdasarkan sejarah pelaksanaan pemilu di berbagai negara, terdapat tiga
macam sistem pemilu (electoral laws), yaitu sistem mayoritas (majority
types), sistem pluralitas (plurality types) yang biasa disebut
sistem distrik, dan sistem perwakilan berimbang (proportional representation).
Di dalam sistem mayoritas, parrtai yang memenangkan dalam pemilu adalah
partai yang mampu mengalahkan semua partai lawan-lawannya. Sedangkan dalam
sistem pluralitas (sistem distrik),pemenang pemilu adalah partai yang
memperoleh suara yang relatif lebih besar dari partai-partai lain tanpa harus
mengalahkan secara mutlak melalui pemenangan atau kombinasi partai-partai
lawan. Di dalam sistem distrik ini wilayah negara dibagi atas sejumlah distrik
(sesuai dengan jumlah kursi yang akan diperebutkan di parlemen) dan kursi pada
setiapdistrik diambil oleh partai atau calon yang memperoleh suara terbanyak di
distrik tersebut. Kelemahan sistem distrik ini adalah terjadinya suara pemilih
yang terbuang atau tidak terwakili karena pemilih yang bersangkutan memberikan
suaranya kepada partai yang ternyata kalah. Kelemahan lain sistem distrik
adalah terjadinya fenomena over dan under representationyakni
adanya ketidakseimbangan antara jumlah suara yang diperoleh dan jumlah kursi
yang diperoleh partai-partai pada tingkat nasional. Dengan over
representation dimaksudkan bahwa partai tertentu dapat memperoleh kursi
yang lebih banyak dibandingkan dariapada partai lain yang sebenarnya suaranya
lebih banyak sehingga partai tersebut dapat dipandang memperoleh berkah over
representation; sebaliknya, partai yang suaranya lebih banyak tapi jumlah
kursinya pada tingkat nasional lebih sedikit dapat disebut menderita over
representation.
Sistem pemilu di Indonesia, dalam hal ini
pemilihan presiden yang dipilih langsung oleh rakyat memiliki sejumlah aspek
positif dalam mendorong perubahan politik dan demokrasi.Pertama,
pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat memberikan basis legitimasi yang
kuat bagi presiden.Kedua, didukung oleh legitimasi yang kuat dari
rakyat, presiden tak perlu terikat oleh fraksi-fraksi politik di lembaga
legislatif. Konsekuensi dari sistem pemilihan presiden secara langsung,
presiden tidak lagi mudah dijatuhkan oleh lembaga legislatif hanya karen
pertimbangan atau alasan politis sebagaimana yang pernah dialami oleh Presiden
Wahid 2002.Ketiga, pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat
memberikan kesempatan kepada setiap warga negara (pemilih) untuk memberikan
penilaian calon-calon presiden,dan karenanya mendorong dan sekaligus menuntut
kematangan politik rakyat dalam partisipasi menentukan pergantian pemerintahan.
Keempat, sistem pemilihan presiden secara langsungoleh rakyat mengurangi
distorsi suara rakyat sehingga terhindar dari praktek ‘membeli kucing dalam
karung’.Kelima,pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat relatif
melemahkan insentif praktek-praktek penggunaan kekuatan politik uang dibanding
bila sistem itu diserahkan pada anggota MPR yang jumlahnya terbatas.
Namun, tidak dapat dipungkiri Pemilu 2004 yang diselenggarakan langsung
memiliki makna yang berbeda dari pemilu-pemilu sebelumnya. Pemilu 2004, pemilih
dimungkinkan memilih secara langsung calon presiden dan wakil presiden tanpa
melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Perubahan makna “langsung” jelas
menegaskan kepentingan atas perlunya memperoleh wakil rakyat dan wakil daerah,
serta presiden dan wakil presiden dengan dukungan yang kuat dari rakyat. Dengan
kata lain, sistem pemilihan presiden secara langsung merupakan upaya
mengembalikan kedaulatan pada rakyat. Tetapi, ditengarai perubahan tersebut
belum disertai dengan perubahan paradigma: kedaulatan rakyat masih disiasati
oleh elit politik demi melanggengkan kekuasaan. Akibatnya, banyak peraturan
perundang-undangan yang dihasilkan oleh legislator cenderung berpihak dan privilege
kepada elit. Ini tercermin dari berbagai ketentuan, baik dalam konstitusi
maupun undang-undang pemilu, serta keterkaitannya satu sama lain.
D. Penyelenggaraan Pemilu 2004
1.
Pemilu 2004 Dilihat dari Sisi Proses
Pemilu 2004
dapat dikatakan sukses dilihat dari prosesnya, karena telah berlangsung secara demokratis,
aman, tertib, dan lancar, serta jujur dan adil, meskipun kita harus mengakui
bahwa di sana-sini masih terdapat banyak kekurangan. Kesuksesan ini tidak hanya
diakui oleh Bangsa Indonesia, tetapi juga diakui oleh masyarakat internasional.
Hal ini terlihat antara lain pernyataan Jimmy Carter, Direktur The Carter
Center, sebagai berikut:
“Kami mengucapkan selamat kepada rakyat dan pemimpin
Indonesia atas pelaksanaan Pemilu 2004. Hingga saat ini delegasi kami
memberikan penilaian yang positif atas Pemilu tersebut. Kami sangat senang
suasana damai yang terjadi selama Pemilu Legislatif Indonesia pada April hingga
berlanjut pada Pemilu Presiden. Pada saat yang sama kami merasa prihatin
mengenai besarnya jumlah surat suara yang tidak sah di banyak TPS di berbagai
tempat di Indonesia dan perlunya langkah-langkah yang efektif, tepat waktu, dan
transparan untuk mengatasi masalah ini.”
Selanjutnya,
Glyn Ford, Ketua Pemantau dari Uni Eropa mengatakan:
“Pemilu
di Indonesia dalah yang terkompleks di dunia, di mana ada tiga kali pemilihan.
Sebagai negara Islam terbesar di dunia dan negara demokrasi ketiga di dunia,
Indonesia mempunyai peran penting bagi masyarakat Uni Eropa dan dunia.”
Dengan adanya
pujian-pujian tersebut, kita tidak boleh lupa diri, karena secara jujur harus
kita akui, bahwa dalam Pemilu 2004 masih terdapat kekurangan-kekurangan, yang
harus kita perbaiki, untuk dapat mewujudkan Pemilu yang lebih berkualitas di
masa mendatang. Kekurangan-kekurangan tersebut antara lain:
1)
Kurang akuratnya data pemilih
2)
Keterlambatan dan kekeliruan pendistribusian logistik pemilu
3)
Pencoblosan ganda/tembus ke halaman belakang surat suara
4)
Relatif besarnya jumlah surat suara yang dinyatakan tidak
sah
5)
Para saksi yang tidak kredibel
Semua
kekurangan tersebut tidak mengurangi integritas dari pemilu itu sendiri, namun
ke depan harus diperbaiki agar bisa diwujudkan pemilu yang lebih berkualitas.
Kekurangan-kekurangan tersebut tetap saja terjadi, walaupun penyelenggara
Pemilu yaitu KPU beserta jajarannya telah berusaha sebaik mungkin, untuk
mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini disebabkan antara
lain karena kompleksnya Pemilu 2004 tersebut seperti yang telah dikemukakan
oleh Glyn Ford. Kompleksitas Pemilu 2004 dapat dilihat dari fakta-fakta
berikut:
1) Pemilu 2004 diselenggarakan tiga kali
pemilihan dalam satu tahun denganjumlah penduduk 214.831.403 jiwa, pemilih
sebanyak 145.637.600 jiwa, TPS sebanyak 556.059 buah dan diikuti oleh 24 (dua
puluh empat) Partai Politik
2) Jumlah kursi yang diperebutkan dalam Pemilu 2004
adalah:
a. Kursi anggota DPR sebanyak 550 kursi, dengan
Daerah Pemilihan (DP) sebanyak 59 buah
b. Kursi anggota DPRD Provinsi sebanyak 1.859
kursi, dengan Daerah Pemilihan (DP) sebanyak 210 buah
c. Kursi anggota DPRD Kabupaten/Kota sebanyak
14.290 kursi, dengan Daerah Pemilihan (DP) sebanyak 1.743 buah
d. Kursi anggota DPD sebanyak 128 kursi, dengan
Daerah Pemilihan (DP) sebanyak 32 buah
3) Jumlah surat suara yang diperlukan pada Pemilu
2004 adalah sebanyak 671.816.150 lembar
4) Aparat yang terlihat langsung dalam penyelenggaraan
pemilu 2004 adalah sebanyak 5.460.749 orang, yang terdiri dari:
a. Komisi Pemilihan Umum (KPU), : 9 orang
b. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Provinsi, : 150 orang
c. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Kabupaten/Kota, : 2.080 orang
d. Panitia Pemilihan Kecamatan
(PPK), : 25.570
orang
e. Panitia Pemungutan Suara (PPS), : 213.831 orang
f. Kelompok Pelaksana Pemungutan
Suara (KPPS), :
5.219.109 orang
5) Meliputi wilayah Administratif Pemerintahan:
a. Provinsi, :
30 Provinsi
b. Kabupaten/Kota, : 416 Kabupaten/Kota
c. Kecamatan, :
5.114 Kecamatan
d. Desa/Kelurahan, : 71.277 Desa/Kelurahan
Dalam hal ini
belum termasuk pegawai Sekretariat, sebagai pendukung penyelenggara pemilu,
faktor-faktor inilah yang antara lain menjadi penyebab timbulnya
kekurangan-kekurangan pada Pemilu 2004, namun demikian hal ini tidak dapat
dijadikan alasan pemaafan sehingga hal tersebut terulang lagi pada pemilu yang
akan datang. Tugas kita bersama adalah memperbaiki kekurangan-kekurangan
tersebut agar dapat diwujudkan pemilu yang lebih berkualitas.
2. Pemilu 2004 Dilihat dari Sisi Hasil
Pemilu 2004
apabila dilihat dari sisi hasilnya, secara jujur kita harus mengakui bahwa
hasilnya belum sesuai dengan harapan masyarakat, karena ternyata wakil-wakil
rakyat yang duduk sebagai anggota DPR dan DPRD belum mampu mewujudkan
kesejahteraan bagi rakyat yang diwakilinya dan juga belum mampu meningkatkan
harkat dan martabat bangsa di mata dunia internasional. Mereka sangat lamban
merespon masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat dan dalam pembahasan suatu
rancangan undang-undang, sering berlarut-larut karena terlibat dalam
perdebatan-perdebatan yang diwarnai oleh kepentingan pribadi dan golongan.
Undang-undang yang dihasilkan sering tidak memihak kepada kepentingan rakyat. Disamping
itu, DPR dan DPRD dalam bertindak baik sebagai lembaga maupun sebagai anggota,
sering lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan daripada kepentingan
rakyat. Tidak jarang terjadi, anggota dewan yang terhormat melakukan perbuatan
yang tercela, yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat nya sebagai anggota
dewan, seperti melakukan perbuatan korupsi, pelecehan seksual, perselingkuhan,
penyalahgunaan narkoba, penipuan, dan perbuatan tercela lainnya.
Kesalahan yang
menyebabkan kurang berkualitasnya hasil Pemilu 2004 sering ditimpakan kepada
KPU sebagai penyelenggara pemilu karena KPU dianggap tidak mampu menyeleksi
calon anggota dengan baik sehingga meloloskan calon-calon yang tidak
berkualitas. Dalam hal ini, kita harus mampu menilai dengan jernih dan objektif
sehingga kesalahan ini ditimpakan sepenuhnya kepada KPU beserta jajarannya
sebagai penyelenggara Pemilu. Tugas KPU beserta jajarannya hanya melakukan
verifikasi terhadap persyaratan calon-calon yang diajukan oleh Partai Politik
peserta Pemilu. KPU melakukan verifikasi terhadap para calon berdasarkan syarat
formal (administratif), sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Mengenai kualitas moral, kualitas intelektual, dan keterampilan profesional
yang dimiliki oleh seorang calon, tidak bisa diukur oleh KPU berdasarkan
syarat-syarat formal, karena syarat-syarat tersebut lebih menekankan pada aspek
formal semata, tanpa bisa mengukur aspek substansialnya. Mengenai syarat
substansialnya seharusnya parpollah yang lebih tahu, karena parpol telah
melakukan pembinaan dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, apabila kita ingin
pemilu menghasilkan wakil-wakil rakyat yang berkualitas maka parpol harus
menyusun daftar calon berdasarkan kualitas moral, intelektual, dan keterampilan
profesional.
E.
Evaluasi Kampanye Pilpres 2004
1.
Wiranto-Salahuddin Wahid
Kampanye yang dilakukan oleh pasangan
inibanyak melakukan pelanggaran, juga sering tidak memberikan rasionalisasi
terhadap pencalonannya sebagai presiden dan wakil presiden. Kampanye yang
dilakukan banyak menonjolkan ketokohan dan simbolisasi dari masyarakat yang
cenderung masih kental dengan komunalitasnya. Selain itu, dalam orasinya
pasangan ini berjanji akan menciptakan kesejahteraan dan keamanan serta
menangkap koruptor besar. Akan tetapi janji tersebut tidak didukung dengan
langkah konkret atau proses-proses bagaimana agar yang dijanjikan terwujud.
Sehingga apa yang disampaikan merupakan janji yang tidak realistis mengingat
kondisi bangsa yang sangat terpuruk.
2.
Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi
Pasangan ini merupakan pasangan yang kurang baik dalam menyampaikan visi
dan misinya, yang tampak dalam berbagai kesempatan. Megawati merupakan kandidat
calon presiden yang paling sulit dimengerti karena cara berkomunikasinya kaku
dan tekstual. Di sisi lain, pasangan ini banyak menonjolkan simbol ketokohannya
daripada konsep pemerintahannya ke depan jika terpilih menjadi presiden dan
wakil presiden.
3.
Amien Rais-Siswono Yudohusodo
Disamping menonjolkan ketokohannya, pasangan
ini telah melakukan manipulasi perilaku politiknya yang jauh berbeda dengan
sebelumnya. Amein yang sejak awal dikenal sebagi tokoh yang kritis, namun dalam
kampanye Pilpres 2004 banyak merubah perilakunya yang kemudian cenderung
mengikuti alur. Ciri khas yang selama ini ditunjukkan hilang, tidak lagi
menjadi sosok penggerak dinamika politik di negeri ini.
4.
Susilo Bambang Yudhoyono-Muhammad Jusuf Kalla
Pasangan ini dengan slogannya “bersama kita
bisa” lebih defensif dibanding pasangan yang lain, namun pasangan ini juga
lebih menonjolkan sosok figur dan citra seorang SBY yang dibuat bersahaja dan
berwibawa. Sosok SBY dengan tampilan fisiknya yang modis dijadikan bahan
kampanye untuk menarik simpati masyarakat. Tampak bahwa hal ini berorientasi
pada kepentingan jangka pendek.
5.
Hamzah Haz-Agum Gumelar
Disamping banyak mengumbar janji-janji seperti
pasangan lain, pasangan ini banyak menonjolkan ketokohannya
daripadaprogram-programnya. Dalam menonjolkan sikapnya, pasangan ini lebih
eksklusif dan cenderung mengedepankan simbol-simbol ke-islam-an yang ditunjukkan
oleh Hamzah Haz. Simbol-simbol yang melekat pada diri Hamzah dapat mempengaruhi
sikap dan perilaku pemilih serta makin kentalnya masyarakat dengan tingkat
komunalitas yang cukup tinggi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama yang berlangsung dengan
demokratis, jujur, dan adil. Meskipun begitu, terdapat banyak kekurangan dalam
penyelenggaraan pemilu yang dapat dilihat dari sisi proses dan sisi hasilnya.
Terdapat banyak kompleksitas masalah yang menyebabkan terjadinya banyak
kekurangan pada pemilu tahu tersebut. Namun kita patut berbangga atas
terselenggara Pemilu 2004 karena meski baru pertama kali pemilu yang langsung
dipilih oleh rakyat dapat berjalan dengan sukses.
B. Saran
Dari pembahasan di atas kami mengharapkan
bahwa dengan adanya evaluasi-evaluasi Pemilu 2004 maka menjadi pedoman untuk
pemilu di masa yang akan datang sehingga tidak
terulang kembali kesalahan-kesalahan. Kekurangan-kekurangan pada Pemilu
2004 menjadi motivasi bagi bangsa ini agar dalam menyelenggarakan pemilu
menjadi lebih baik lagi dan lebih berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. 2009. Mewujudkan Pemilu yang Lebih Berkualitas.
Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Ismanto, Ign. 2004. PemilihanPresidensecaraLangsung
2004. Jakarta: KPU
Kansil.1986. MemahamiPemilihanUmumdan
Referendum. Jakarta: IND-HILL-
CO Jakarta
Koirudin. 2004. Kilas Balik Pemilihan Presiden 2004.
Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Mahfud, Moh. 1999. Hukum
dan Pilar-Pilar Demokrasi. Yogyakarta: Gama
Media